BANGDUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung genap berusia 20 tahun, 18 Agustus 2022. Usia yang tidak muda untuk organisasi, namun bukan berarti tantangan yang dihadapi lebih ringan, salah satunya ancaman kebebasan pers dari pasal-pasal karet yang tertuang dalam Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP). RKUHP yang memuat pasal-pasal kontroversial berpotensi mengembalikan Indonesia ke zaman kolonial atau era otoriter yang memberangus kebebasan.
Tantangan tersebut dibeberkan dalam peringatan HUT AJI Bandung dalam bentuk aksi demonstrasi bertajuk “Mimbar Bersama Membela Kebebasan Berekspresi” di depan Gedung Sate Bandung, Sabtu (20/8/2022).
Dalam aksi mimbar bersama yang dimulai pukul 14.00 ini, AJI Bandung menggandeng organisasi masyarakat sipil dan kampus, yakni pers mahasiswa (persma) dari berbagai kampus di Bandung yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, warga tergusur pembangunan Tamansari (Tamansari Melawan), PBHI Jawa Barat, mahasiswa Inaba, seniman pantomim Wanggi Hoed.
“Wacana pengesahan RKUHP yang bermasalah menjadi ancaman kebebasan berekspresi warga negara. Bukan hanya jurnalis, semua bisa kena,” kata Koordinator Divisi Advokasi AJI Bandung, Ahmad Fauzan, dalam orasinya.
“Sudah saatnya kita bersekutu untuk bergerak mengkampanyekan pembelaan terhadap kebebasan berekspresi yang merupakan hak asasi manusia paling fundamental,” katanya.
Aksi mimbar bersama ini mendesak pemerintah untuk mencabut 19 pasal bermasalah dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022, mendesak DPR RI dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP, serta mendesak pemerintah untuk mengakomodir masukan dari publik.
Ketua AJI Bandung Tri Joko Her Riadi dalam orasinya menyatakan, pers memiliki peran penting dalam kehidupan demokrasi karena pers memikul tanggung jawab memantau jalannya pemerintahan. Termasuk mengungkap fakta-fakta pelanggarannya. Jika kebebasan pers diancam, hak publik untuk mendapatan informasi juga terancam.
“Kerja pers di bawah lindungan kebebasan pers dan berekspresi. Hukum harus menjamin itu. Dengan jaminan itu, kita bisa bekerja membuat reportase panjang, mendalam, dan kuat. Juga melakukan investigasi yang membongkar kesalahan-kesalahan pemerintah,” kata Tri Joko Her Riadi.
Dalam RKUHP, pers akan diatur dengan delik pidana. Tidak lagi di bawah Undang-undang Pers. Posisi ini membuat jurnalis sangat rentan dipidanakan. Yang kemudian paling dirugikan adalah publik sendiri karena informasi dari pers terhambat.
Aksi ini juga membuka mimbar bebas bagi peserta aksi, termasuk pantomim dari Wanggi Hoed yang menggambarkan terancamnya kebebasan pers oleh RKUHP. Lalu pertunjukan teater dari mahasiswa ISBI Bandung, dan lain-lain.
Sementara isu yang disoroti FKPMB antara lain tuntutan kebebasan pers dan akademik, penuntasan kasus kekerasan seksual, jaminan kemerdekaan pers bagi persma. Hal ini tercermin dari poster-poster yang mereka usung, antara lain, “Persma Bukan Humas Kampus”, “Persma Bukan Tukang Foto”, dan lain-lain.
Pada akhir aksi, seluruh peserta menyatakan sikap bersama berdasarkan hasil kajian Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tentang adanya 19 Pasal RKUHP yang mengancam kebebasan pers. Berikut ini 19 pasal tersebut:
• Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
• Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
• Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
• Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
• Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
• Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
• Pasal 302, Pasal 303 dan Pasal 304 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
• Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
• Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan. • Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran.
• Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
• Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan. Pelemahan kebebasan pers adalah pelemahan kerja demi kepentingan publik. Yang paling dirugikan tentu saja masyarakat luas.
Atas dasar itu, AJI menyampaikan sikap:
1. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mencabut 19 pasal bermasalah tersebut dari draf RKUHP versi 4 Juli 2022.
2. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk tidak terburu-buru mengesahkan RKUHP.
3. Mendesak DPR RI dan pemerintah untuk mendengar dan mengakomodasi masukan dari publik.
Dikutip dari: aji.or.id